TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Jakarta Sarman Simanjorang meminta pemerintah segera menyusun aturan turunan dari UU Omnibus Law Cipta Kerja. Mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Menteri (Permen).
"Agar efektivitas UU ini dapat segera diterapkan di lapangan," kata Sarman dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2020.
Dalam penyusunan aturan turunan ini, kata dia, pemerintah bisa kembali melibatkan pengusaha dan buruh. "Agar berbagai aspirasi yang belum terakomodir pada UU Cipta Kerja dapat diakomodir," kata dia.
Baca juga : Presiden PKS Ahmad Syaikhu Minta Presiden Jokowi Terbitkan Perpu UU Cipta Kerja
Sebelumnya, Omnibus Law sudah disahkan DPR pada Senin sore, 5 Oktober 2020. Dalam Pasal 185 Omnibus Law, diatur jangka waktu penerbitan aturan turunan paling lama tiga bulan. Bunyi pasal ini yaitu:
a. Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai
pelaksanaan Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling tiga bulan.
b. PP yang mengatur norma, standar,
prosedur, dan kriteria perizinan berusaha wajib ditetapkan
paling lama tiga bulan.
c. Peraturan Pelaksanaan dari UU yang telah mengalami perubahan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini dan wajib disesuaikan paling tiga bulan.
Ketentuan huruf c ini dicantumkan karena Omnibus Law telah merevisi sejumlah ketentuan di UU secara gelondongan alias sapu jagat. Total, ada 1203 pasal di 79 UU yang direvisi lewat Omnibus Law.
Meski demikian, Sarman pun berharap pemerintah segera mensosialisasikan Omnibus Law yang baru disahkan ini agar jelas dan pasti. Sebab, kata dia, banyak beredar di media sosial draf UU Cipta Kerja tersebut yang seolah-olah terkesan lebih berpihak kepada pengusaha.
Padahal, kata Sarman, Omnibus Law ini hadir untuk kepentingan bersama. "Termasuk masa depan buruh agar memiliki kesejahteraan yang lebih baik melalui peningkatan produktivitas dan kompetensi," kata dia.
Tak hanya Sarman, pemerintah pun juga mengklaim Omnbus Law ini tetap menjamin hak-hak buruh. Tapi buruh tidak percaya dan sebagian tetap melakukan mogok nasional dari 6 sampai 8 Oktober 2020.
Buruh juga akan segera mengajukan gugatan hukum melawan pemerintah. "Opsi judicial review juga menjadi pilihan," kata juru bicara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar Cahyono dalam keterangan di hari yang sama.