TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko disepakati dalam Undang-undang Omnibus Law atau UU Cipta Kerja. UU ini disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Senin sore, 5 Oktober 2020.
"Perizinan dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha," demikian tertulis dalam Pasal 7 BAB III dalam UU Cipta Kerja.
Dalam bagian penjelasan, tingkat risiko ini adalah potensi terjadinya bahaya terhadap kesehatan hingga lingkungan. Itu sebabnya, sebelum mendapatkan izin, ada penilaian terhadap potensi bahayanya dari bisnis yang dilakukan investor.
Penilaian ini akan mencakup lima aspek, yaitu kesehatan, keselamatan, lingkungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya, dan risiko volatilitas. Perlu digarisbawahi bahwa sumber daya yang dimaksud di sini termasuk frekuensi radio.
Setelah itu, barulah kemudian bisnis dibagi dalam tiga skala, yaitu risiko rendah, menengah, dan tinggi.
1. Bisnis Risiko Rendah
Untuk bisnis ini, izin yang dibutuhkan hanya satu yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB). Ini merupakan bukti registrasi pelaku bisnis untuk melakukan usaha dan identitas atas usahanya tersebut. Tapi, UU ini belum menjelaskan contoh bisnis risiko rendah itu seperti apa.