Selanjutnya, gaji dan tunjangan PPPK yang bekerja di instansi pusat akan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara pegawai kontrak di instansi daerah akan dibayar menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sebelumnya, pada pertengahan September lalu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengatakan beleid tersebut sangat dinanti oleh sekitar 51 ribu tenaga honorer yang telah lulus seleksi PPPK tahun 2019 lalu.
Namun, proses perumusan Rancangan Perpres kala itu disebut memerlukan waktu yang cukup lama karena harus mempertimbangkan berbagai aturan lain. Salah satu aturan yang harus dipertimbangkan adalah PP No. 80/2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam PP tersebut disebutkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Karena PP tersebut tidak menyebutkan tentang PPPK, maka hal ini akan berpotensi mengurangi gaji dan tunjangan PPPK yang seharusnya diterima sama dengan gaji pegawai negeri sipil (PNS).
Berbagai alternatif solusi ditawarkan agar standar besaran gaji dan tunjangan yang diterima PPPK sama seperti gaji dan tunjangan PNS. Karena itu diambil alternatif memberikan besaran gaji berbeda (lebih besar) daripada besaran Gaji Pokok PNS, sehingga ketika dikenakan PPh, maka Gaji yang diterima PPPK akan sama dengan gaji pokok PNS.
Baca: Indef: Presiden Jokowi Akan Wariskan Utang yang Sangat Besar