TEMPO.CO, Jakarta- Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mengomentari rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk Erick Thohir melikuidasi 14 perusahaan pelat merah yang sudah tidak sehat. Serikat Pekerja berharap pemerintah lebih dulu memilih menyehatkan kembali 14 BUMN tersebut, ketimbang membubarkannya.
"Kalau Menteri BUMN Erick Tohir mau melakukan likuidasi terhadap 14 BUMN, itu bukan prestasi, tapi ambil gampangnya saja. Kecuali kalau pak Erick mampu menyehatkan 14 BUMN itu, baru lah kami angkat jempol, salut kepada beliau," ujar Wakil Ketua Federasi Serikat Pekerja BUJMN Bersatu, Ferdinand kepada Tempo, Rabu, 30 September 2020.
Ferdinand mengatakan, menyehatkan kembali BUMN yang sudah sekarat adalah sebuah tantangan yang membutuhkan kerja keras pemerintah, khususnya Erick Thohir. Sedangkan likuidasi artinya adalah menyerah dan tidak berprestasi. "Harusnya Menteri BUMN beserta jajrannya berusaha semaksimal mungkin menyehatkan 14 BUMN itu agar dapat berperan untuk mendukung program pemerintah dalam pelayanan publik."
Senada dengan Ferdinand, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat meminta agar pemerintah mengkaji kembali rencana pembubaran 14 BUMN tersebut. Ia tak ingin pemerintah melikuidasi perseroan yang menguasai hajat hidup orang banyak atau bisnis dasar dan vital.
Apalagi, ia meyakini bahwa pendirian BUMN itu didasari oleh Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sehingga, Mirah khawatir langkah itu mematikan ruh dari beleid dasar tersebut. "Kalau memang alasannya banyak BUMN yang mati segan hidup tak mau, seharusnya jangan dilikuidasi tapi dikelola secara profesional oleh manajemen yang kompeten di bidangnya. Artinya jangan dimatikan," tutur dia.
Di samping urusan konstitusional, Mirah juga berharap pemerintah mempertimbangkan dampak pembubaran tersebut kepada para karyawan di setiap perseroan. Ia tak ingin likuidasi ini justru merugikan pekerja dan menambah pengangguran baru di tengah masa pandemi Covid-19.
"Jangan cuma nanti diganti pesangon. Dalam keadaan seperti ini kan pesangon itu bisa habis enggak karuan. Apalagi Indonesia menujur resesi. Jadi harus ada kehati-hatian," tutur Mirah.