TEMPO.CO, Jakarta - Staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membandingkan tarif bea meterai di Indonesia dengan beberapa negara lain. Salah satunya yaitu tarif di Korea Selatan yang bisa mencapai 350 ribu won atau sekitar Rp4,5 juta.
Sementara di Indonesia hanya Rp10.000. "Struktur tarif bea materai kita (Indonesia) relatif lebih sederhana dan ringan," kata Prastowo dalam konferensi pers di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu, 30 September 2020.
Kemarin, Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR resmi mengesahkan Rancangan UU Bea Meterai. Dengan undang-undang yang baru, tarif bea meterai Rp10.000 akan mulai berlaku 1 Januari 2021, dari sebelumnya Rp3000 dan Rp6000.
Prastowo juga mengatakan bahwa di Indonesia nilai nominal transaksi paling rendah adalah Rp5000 atau 0,2 persen. Di negara lain bervariasi. Singapura 1 hingga 12 persen dan Australia 5,57 persen. "Jadi penyesuaian tarif ini cukup moderat," kata Prastowo.
Di sisi lain, UU baru ini akan merevisi ketentuan lama yaitu UU Nomor 13 Tahun 1985, yang sudah berlaku selama 35 tahun. Saat itu, tarifnya Rp500 dan Rp1000. Lalu pada tahun 2000, naik 6 kali lipat jadi Rp3000 dan Rp6000.