TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyoroti poin penghapusan UMK (upah minimum kabupaten-kota) dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Penghapusan ini, kata dia, berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan karena upah buruh telah berada diatas UMK.
“Berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan 12,4 juta pekerja di Jawa," kata peneliti IDEAS Askar Muhammad dalam paparan hasil riset secara virtual pada Rabu, 30 September 2020.
Sebab pada 2019, upah dari 12,4 juta buruh ini telah berada diatas UMK. Tak hanya itu, Askar menyebut penghapusan UMK ini akan menekan tingkat upah 39,4 juta pekerja Jawa secara keseluruhan. "Khususnya pekerja tidak tetap dengan sistem pengupahan mingguan, harian, borongan dan per satuan hasil,” kata Askar.
Sebelumnya pada Senin, 28 September 2020, DPR telah menuntaskan pembahasan klaster ketenagakerjaan di Omnibus Law. Dalam rancangan selama ini, Omnibus Law akan menghapus UMK dan menyisakan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Askar menilai jika skenario ini diambil dan UMK hilang maka akan tersisa UMP yang kenaikannya kini hanya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi daerah saja. "tanpa menyertakan inflasi," kata dia.
Padahal berdasarkan data di lapangan, Askar menyebut UMP jauh lebih rendah dari UMK. "Maka kehilangan UMK yang merupakan jaring pengaman upah di tingkat lokal, akan menjadi pukulan keras bagi pekerja,” kata dia.