TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai perpanjangan restrukturisasi kredit perbankan hingga 2022 sangat diperlukan. Sebab, kondisi pandemi Covid-19 saat ini masih berlangsung dan membatasi sisi permintaan dan produksi.
"Oleh sebab itu, kinerja cash flow perusahaan baik UMKM dan korporasi perlu dijaga dalam kondisi yang baik sedemikian sehingga akan dapat mengurangi potensi penurunan kualitas kredit perbankan," kata Josua saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 29 September 2020.
Ada beberapa pertimbangan yang disampaikan oleh Josua. Pertama, perpanjangan restrukturisasi kredit ini masih sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sebab dalam APBN 2021, pemerintah masih memasukkan anggaran penempatan dana perbankan, serta bantuan UMKM, senilai Rp48,8 triliun.
Kedua, Bank Indonesia (BI) masih mendorong ketersediaan likuiditas perbankan melalui kebijakan quantitative easing. Menurut dia, kebijakan ini sangat berperan penting yang membuat penawaran kredit dari sisi perbankan cenderung akan lebih optimal.
Ketiga, likuiditas mencukupi. Pada bulan Agustus, pertumbuhan kredit memang melambat hingga 1,04 persen year-on-year (yoy) akibat pandemi yang belum juga mereda. Tapi di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat hingga 11,64 persen yoy.
Sehingga, kenaikan DPK ini memberikan likuiditas tambahan bagi perbankan, yang awalnya dikhawatirkan mengalami keterbatasan akibat pandemi. Sehingga saat ini sebagian besar bank tidak perlu khawatir terkait likuiditas.
Keempat, seiring dengan penurunan jumlah kredit, beban dari suku bunga juga ikut mengalami peningkatan sehingga profit dari perbankan juga cenderung terbatas. Selain dari sisi pertimbangan profitabilitas, perbankan juga mempertimbangkan bahwa pasar kredit saat ini cenderung inelastic karena aktivitas perekonomian.
Sehingga penurunan dari suku bunga yang drastis cenderung memberikan efek yang terbatas pada pertumbuhan kredit. Apabila perekonomian kembali berjalan normal seperti sebelum pandemi, maka ini memicu peningkatan pertumbuhan kredit, sejalan dengan adanya ekspektasi peningkatan pendapatan bagi dunia usaha.
Maka dengan berbagai pertimbangan ini, Josua menilai rencana perpanjangan restrukturisasi kredit adalah pilihan yang tepat. "Saya pikir semua bank siap tidak tertutup bank kategori BUKU berapa," kata dia.
Kemarin, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah memberi lampu hijau soal rencana ini. OJK telah merampungkan evaluasi terkait rencana perpanjangan restrukturisasi kredit hingga 2022, dari yang semula hanya sampai Februari 2021.
Kini, OJK masih mempertimbangkan waktu untuk menerbitkan perpanjangan ini. "Timing kapan dikeluarkan ini menjadi sangat penting," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
Pertimbangan waktu ini bertujuan agar keseimbangan benar-benar terjaga dengan baik. Antara kepentingan bank dan kepentingan debitur atau sektor riil.