TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara periode 2011-2014, Dahlan Iskan, menilai pembentukan super holding BUMN belum mendesak. Pasalnya, hal itu membutuhkan perombakan luar biasa mulai dari bentuk hingga kultur BUMN dan campur tangan politik yang sangat rumit.
"Menurut pendapat saya super holding BUMN belum mendesak," ujar Dahlan Iskan dalam diskusi daring di Jakarta, Senin 28 September 2020 malam.
Mantan Dirut PT PLN ini juga meminta semua pihak untuk mengingat bahwa tidak semua negara bisa berhasil meniru langkah Temasek Singapura dalam membentuk super holding. Buktinya Malaysia pun gagal meniru Temasek. "Bukan main orang asyiknya kalau membicarakan Temasek, seolah-olah semua akan beres kalau kita seperti Temasek," kata Dahlan Iskan seperti dikutip Antara, Selasa 29 September 2020.
Sebelumnya, beredar sebuah video viral yang berisi kritik Ahok di antaranya menyoal sistem di Kementerian BUMN. Dalam video berdurasi 6 menit 39 detik itu, Ahok menyinggung soal praktik-praktik bagaimana direksi BUMN bermain aman dengan melobi langsung Menteri BUMN. Sejumlah komisaris BUMN pun merupakan titipan dari kementerian.
Tak hanya itu, Ahok pun berpendapat sudah saatnya Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan super holding yang menaungi holding-holding perusahaan pelat merah yang ada, seperti sistem Temasek Singapura.
Menanggapi usulan Ahok ini, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan bahwa Kementerian BUMN sedang berfokus memperbaiki rantai pasokan di Indonesia melalui klasterisasi dan subholding sebelum memikirkan ide super holding BUMN.
"Kita jangan buru-buru mau super holding, itu ide besar memang. Tapi kita lihat dulu apakah ini efektif gak, sekarang ini kan masih sendiri-sendiri. Jadi masih jauh pemikiran mengenai super holding," ujar staf khusus Erick Thohir ini.
ANTARA | CAESAR AKBAR | FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: Ahok Usul soal Super Holding, Dahlan Iskan Sebut Wacana Sejak Masa Tanri Abeng