Tapi pada 14 September 2020, ketika Jakarta kembali melakukan pengetatan PSBB. Ketika pembatasan sosial dilonggarkan, kata Andry, confidence masyarakat meningkat yang pada akhirnya tingkatkan spending indeks. Saat PSBB kembali diperketat, spending indeks kembali mendatar lagi.
"Kalau kasus naik terus dan ada pengetatan PSBB kembali, ini yang kami sampaikan bisa pengaruhi kontraksi pada kuartal III dan kuartal IV," kata Andry dalam media gathering virtual tentang Economic Outlook Triwulan III/2020, Kamis, 24 September 2020.
Dalam hitungannya, pertumbuhan full-year ekonomi Indonesia pada 2020 akan berada pada kisaran minus 1 sampai degan minus 2 persen. Sejumlah sektor seperti jasa-jasa seperti, perdagangan, transportasi, hotel, restoran dan jasa-jasa perusahaan akan pulih relatif lambat dari perkiraan semula akibat peningkatan kasus positif Covid-19.
Begitu pula sektor industri pengolahan yang pemulihannya mengikuti pola umum peningkatan ekonomi nasional karena sangat tergantung perbaikan daya beli dan confidence masyarakat sehingga mulai membelanjakan uangnya.
Sektor komoditas kelapa sawit dinilai bisa menjadi katalis positif yang mendorong perekonomian Indonesia ke depan terutama di sentra-sentra perkebunan di Sumatera dan Kalimantan. "Harga minyak kelapa sawit sampai akhir tahun, kami perkirakan masih akan bertahan di tingkat harga US$ 700 per ton (FOB Malaysia)," katanya.
Andry memperkirakan perekonomian akan mulai memasuki masa pemulihan pada 2021 sejalan dengan asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah menunjukkan perlambatan. Hal ini disertai dengan adanya prospek penemuan dan produksi vaksin sehingga masalah Pandemi ini bisa cepat teratasi. "Kami memperkirakan ekonomi dapat tumbuh 4,4 persen di tahun 2021," ucapnya.
BISNIS
Baca: PSBB Diberlakukan, JP Morgan Pangkas Rekomendasi Sejumlah Sektor Saham Ini