TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo mengatakan pihaknya bersama industri jasa keuangan saat ini sedang melalukan penilaian terhadap risiko atas penerapan restrukturisasi kredit. Penilaian ini harus dilakukan secara hati-hati agar restrukturisasi benar-benar diberikan pada debitur yang tepat sehingga nantinya tidak menjadi bom waktu bagi industri jasa keuangan.
"Berapa lama restrukturisasi itu, bank akan lakukan assestment, ini tidak terlepas dari hasil assestment bank, kan kami harus juga lihat proses itu. Jadi, jangan ditulis tidak ada tanggal pasti, restrukturisasi masih bisa dilakukan, tetapi berapa lamanya, kan masih tersisa enam bulan ke depan. Sekarang bank lagi mengukur," katanya kepada Bisnis, Rabu malam, 23 September 2020.
Kebijakan restrukturisasi diatur dalam Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
Menurut Anto, industri jasa keuangan harus dipastikan tidak memberikan restrukturisasi pada debitur yang saat ini kondisinya sudah tidak dapat lagi diselamatkan. Pasalnya, hal itu nantinya akan menjadi beban bagi industri jasa keuangan.
Penilaian pun dilakukan terhadap neraca keuangan industri jasa keuangan untuk mengukur sejauh mana debitur-debitur yang telah diberikan restrukturisasi mampu berhasil bangkit kembali. OJK menegaskan saat ini pihaknya sedang intensif melakukan penilaian risiko kredit.
OJK menyatakan akan melakukan penilaian penerapan restrukturisasi terhadap neraca keuangan industri jasa keuangan hingga September 2020. Namun, kepastian pengumuman waktu perpanjangan restrukturisasi pun belum bisa dipastikan akan diumumkan pada bulan setelahnya.
Menurutnya, kebijakan restrukturisasi tidak bisa diterapkan secara general ke seluruh debitur terdampak. Industri jasa keuangan akan menentukan penerapan restrukturisasi menyesuaikan dengan kondisi individual bank.
"Ini harus betul-betul diperhitungkan karena tekanan risiko kredit, ini paling critical," katanya.
Regulator mencatat realisasi kebijakan restrukturisasi kredit perbankan hingga posisi 7 September 2020 telah mencapai Rp 884,5 triliun dari 7,38 juta debitur.
Keringanan kredit itu dinikmati sebanyak 5,82 juta pelaku UMKM dengan nilai Rp 360,6 triliun. Restrukturisasi juga diterima oleh 1,56 juta non UMKM yang memperoleh keringanan kredit senilai Rp 523,9 triliun.
Realisasi restrukturisasi perusahaan pembiayaan (PP) hingga 8 September 2020 telah mencapai Rp 166,94 triliun dari 4,55 juta kontrak pembiayaan dari perusahaan pembiayaan.
Intermediasi industri perbankan pada Agustus 2020 tercatat masih mampu tumbuh positif sebesar 1,04 persen yoy. Dana Pihak Ketiga (DPK) mampu tumbuh di level tinggi sebesar 11,64 persen yoy, didorong oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai 15,37 persen (yoy).
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Agustus 2020 masih terjaga pada level yang manageable dengan rasio NPL gross tercatat stabil sebesar 3,22 persen dan rasio NPF sebesar 5,2 persen.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 143,16 persen dan 30,47 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
BISNIS
Baca juga: OJK: Perbankan Sudah Restrukturisasi Kredit Senilai Rp 857 T