Ekonom yang juta mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri mengatakan perlindungan sosial menjadi senjata utama yang perlu dioptimalkan di tengah pelemahan kinerja perekonomian. “Dari semua anggaran bansos yang paling efektif, ya sudah perbesar fokus di situ, dari pada untuk program lain yang nggak jalan,” ucapnya.
Berdasarkan laporan realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga 16 September lalu, anggaran perlindungan sosial tercatat telah terserap Rp 134,45 triliun dari pagu anggaran sebesar Rp 203,9 triliun. “Di dalam mengambil kebijakan harus ada unsur pragmatisme, kita tidak punya banyak pilihan dan sedang tidak dalam kondisi ideal, sekarang mana yang paling efektif ya fokus saja membantu ke situ.”
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan resesi mengindikasikan terjadinya tekanan yang dalam pada perekonomian, baik di sektor keuangan maupun sektor riil. Gelombang PHK diproyeksi berlanjut dan terjadi merata di hampir semua sektor, sebab efisiensi pekerja ditempuh pelaku usaha untuk menekan biaya operasional perusahaan.
“Kami memperkirakan ada 15 juta PHK sampai akhir tahun,” ujarnya. Lonjakan angka kemiskinan akan menyusul, yang mana di sisi lain turut berpotensi meningkatkan angka kriminalitas dan konflik sosial di masyarakat.
Adapun langkah pemerintah yang terpenting untuk merespon resesi adalah menjamin pengendalian wabah berjalan optimal dan cepat. Sebab, aspek kesehatan merupakan akar masalah yang menyebabkan terpuruknya kienrja perekonomian. “Maka solusinya adalah menangani masalah kesehatan dengan lebih serius, semakin cepat pandemi tertangani maka semakin cepat ekonomi recovery dari resesi, dan tidak berlanjut ke depresi,” kata Bhima.
Baca juga: Resesi di Depan Mata, Dahulukan Menabung atau Investasi?