Timboel menilai bahwa kondisi tersebut membuat penerapan kelas standar akan sangat memengaruhi pendapatan iuran BPJS. Oleh karena itu, pemerintah dan BPJS Kesehatan harus memastikan surplus yang terjadi tahun ini tidak akan kembali goyah saat kelas standar diterapkan.
"Kalau bicara sumber pemasukan, yang tertinggi dari PBI Rp 48,7 triliun dan PPU pemerintah Rp 25 triliun itu relatif akan menerima-menerima saja (tidak terpengaruh kebijakan kelas standar). Tapi PPU Badan Usaha yang Rp31 triliun dan PBPU yang 31 juta orang ini akan ada persoalan," ujarnya.
BPJS Watch menyarankan agar pemerintah dapat memastikan seluruh peserta yang tidak mampu dapat masuk ke segmen PBI, sehingga peserta mandiri akan memiliki kemampuan untuk membayar iuran pasca pemberlakuan kelas standar. Selain itu, pemerintah pun dapat memberlakukan subsidi bagi sejumlah peserta saat kebijakan kelas standar mulai berlaku.
Timboel menilai bahwa meskipun terdapat potensi penurunan pendapatan iuran saat kelas standar berlaku, surplus dapat kembali terjadi jika beban manfaat JKN itu dapat diimbangi. Saat ini, Rp 91 triliun atau sekitar 81,8 persen dari total beban pembiayaan JKN senilai Rp 111,24 triliun berasal dari pelayanan untuk rawat inap dan rawat jalan tingkat lanjut di rumah sakit, hanya sebagian kecil untuk Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni sebelumnya menjelaskan bahwa penerapan kelas standar itu akan dilakukan secara bertahap. Pertama, pada 2021 akan terdapat pilot study atau penerapan sebagian, dilanjutkan dengan penerapan lebih besar pada 2022.
Menurutnya, tidak adanya kelas kepesertaan di BPJS Kesehatan akan memengaruhi sejumlah aspek, mulai dari besaran iuran yang dibayarkan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga beban biaya pelayanan kesehatannya.
Choesni menyebutkan ada perhitungan terhadap supply side dan aktuarial, tapi premi belum bisa dihitung saat ini karena harus dilihat dampak (penerapan kelas standar) terhadap supply side-nya. "Perhitungan aktuaria akan kami lakukan, tapi kami masih dalam tahap pengajian karena ada konsultasi publik," ujar Choesni pada pekan lalu.
BISNIS
Baca: Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Akan Dihapus, Berapa Besar Iurannya?