TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan ada sejumlah debitur yang gagal bayar dalam program restrukturisasi kredit. BCA hingga kini masih terus mendata dan menghitung lebih jauh jumlah debitur yang diperkirakan gagal membayar utangnya tersebut.
"Kalau yang gagal pasti ada, cuma yang belum tahu sedikit atau tidak," kata Jahja ketika dihubungi, Rabu, 16 September 2020.
Perusahaan, kata Jahja, telah menjalankan sejumlah strategi yang berbeda dalam mencegah nasabah mengalami kegagalan setelah mendapatkan restrukturisasi. BCA juga belum dapat memproyeksi sejauh mana kenaikan rasio kredit bermasalah akan meningkat ketika restrukturisasi berakhir.
Sebab, OJK berencana memperpanjang kebijakan restrukturisasi sampai dengan 2022. "Per nasabah beda-beda caranya tidak bisa diceritakan. Seperti dokter yang pasien beda-beda sakitnya, obatnya juga beda-beda," tutur Jahja.
Sepanjang Maret hingga Juni 2020, BCA telah memproses pengajuan restrukturisasi kredit senilai Rp 115 triliun. Angka ini setara dengan 20 persen dari total portofolio kredit yang berasal dari 118.000 nasabah. Per 30 Juni 2020, total kredit yang telah selesai direstrukturisasi tercatat senilai Rp 69,3 triliun atau 12 persen dari total portofolio kredit.