TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan pada 2024 Indonesia sudah bisa memproduksi baterai lithium tipe teranyar 811.
"Kami sudah tanda tangan (pengembangan) lithium battery dengan LG Chem dan CATL. Itu proposalnya sudah dibuat. Di samping itu skala project, timeline, sudah ada, investasi, insentif, semua sudah kita siapin. Kita berharap tahun 2024 kita sudah produksi lithium battery tipe terakhir yaitu 811," katanya dalam Sarasehan 100 Ekonom secara virtual di Jakarta, Selasa, 15 September 2020.
Dia mengatakan Indonesia telah menandatangani kerja sama investasi pengembangan baterai lithium dengan LG Chem dan CATL yang merupakan perusahaan asal Korea Selatan dan Cina yang memproduksi baterai untuk kendaraan listrik.
Luhut mengatakan salah satu upaya untuk bisa mendorong pengembangan industri baterai listrik yakni dengan mendorong hilirisasi yang gencar digemborkannya.
Ia pun sempat menyinggung bahwa Indonesia sudah terlalu banyak mengekspor material mentah padahal bahan baku tersebut bisa diolah di Indonesia dan bernilai tambah lebih tinggi.
"Ini salah satu smelter tembaga, berpuluh tahun, hampir 50 tahun, semua kita ekspor saja. Maka saya lapor ke Presiden, 'Pak sekarang kita harus paksa, kita harus bikin smelter di sini.' Dan sekarang bikin smelter, satu di Gresik, tapi tidak jadi-jadi," katanya.
Akhirnya, lanjut Luhut, pemerintah mendorong agar bisa dibangun smelter di Halmahera Tengah di mana bahan baku tembaga diambil dari Timika. Menurut dia, karena ada industri terintegrasi di Halmahera Tengah, diharapkan biaya produksinya juga akan lebih rendah.
"Kalau kita lakukan ini, kita akan dapat lagi nanti kabel tembaga, pipa tembaga, dan satu yang penting, asam sulfat. Ini kita butuhkan untuk bagian baterai litium. Jadi 75-80 persen baterai litium itu akan kita punya di Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Luhut kerap mengungkapkan mimpinya bahwa Indonesia akan menjadi pemain utama untuk bahan baku baterai litium. Pasalnya, Indonesia menyimpan cadangan bahan baku baterai litium yang besar.
Di samping itu, penggunaan kendaraan listrik juga diperkirakan akan terus melejit di masa mendatang menyusul semakin pedulinya masyarakat atas energi yang lebih bersih.
Bagi Indonesia sendiri, mendorong pengembangan kendaraan listrik juga sekaligus akan berdampak pada berkurangnya impor minyak karena berkurangnya kendaraan berbasis energi fosil.
ANTARA