Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas mengatakan kondisi di pasar, saat PSBB mulai dilonggarkan, sebenarnya mengalami pemulihan. Ini terlihat dari survei penjualan riil yang dilakukan Bank Indonesia (BI).
Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2020 mencapai minus 12,3 persen, lebih tinggi dari Juni yang minus 17,1 persen. Tapi masalahnya, kondisi ini tidak diikuti dengan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. "Kami berharap ada satu perhatian khusus," kata dia.
Di sisi lain, di saat ekonomi mulai tumbuh, anggaran Covid-19 yang digelontorkan pemerintah hingga Rp 695,2 triliun tidak semua tetap sasaran. Sehingga, dampak pada ekonomi tidak maksimal.
Ekonom Aviliani punya sejumlah catatan. Pertama, data penerima bantuan perlindungan sosial tidak memadai. Ada kelompok yang belum tersentuh bantuan, yaitu informal yang tidak masuk BP Jamsostek.
Kedua, ada stimulus yang sebenarnya belum perlu, tapi sudah keburu disiapkan, yaitu jaminan kredit. Padahal, tidak ada dunia usaha saat ini yang mau mengajukan kredit baru. Ketimbang jaminan kredit, Aviliani mendorong dana ini digeser saja ke demand side.
Ketiga, anggaran kesehatan yang terlampau kecil yaitu hanya Rp 87,55 triliun. Sebagian juga untuk bantuan iuran di BPJS Kesehatan. "Untuk preventif, belum kelihatan," kata dia.
Baca juga: Epidemiolog: Ganti Sanksi Masuk Peti Mati dengan Menyapu Sepanjang 1 kilometer
FAJAR PEBRIANTO