TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menilai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total jilid II di DKI Jakarta yang akan diberlakukan 14 September 2020 akan semakin memperburuk kondisi dunia usaha. Semakin terpuruknya dunia usaha, maka memicu munculnya pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja.
"Akan semakin banyak yang tidak mampu melanjutkan usaha dan pada akhirnya memicu PHK. Sehingga, peluang terjadinya resesi ekonomi akan menjadi semakin besar dan semakin mendekati kenyataan," kata Wakil Ketua Umum, APPBI Alphonsus Widjaja, melalui keterangan tertulis, Kamis, 10 September 2020.
PSBB total, kata Alphonsus, akan berdampak lebih buruk bagi dunia usaha, dibandingkan dengan PSBB jilid I pada April lalu. Pasalnya, pada kondisi PSBB sebelumnya pengusaha masih memiliki cadangan sumber daya untuk memasuki PSBB.
Namun, pada PSBB jilid kedua dimulai dari masa transisi yang mana kondisi dunia usaha sudah terpuruk sedemikian parah. Dunia usaha juga sudah tak lagi memiliki sumber daya untuk bertahan di masa mendatang.
"Kondisi pusat perbelanjaan dalam PSBB total mendatang akan lebih terpuruk dari sebelumnya dikarenakan PSBB total kali ini didahului dengan PSBB Transisi yang mana kondisi ekonomi belum pulih sama sekali. Kalau sekarang ini pusat perbelanjaan memasuki PSBB total sudah dalam keadaan babak belur," ujar dia.
Kendati demikian, menurut Alphonsus, pusat perbelanjaan tetap akan mematuhi dan mendukung apa yang diputuskan oleh pemerintah dengan segala konsekuensi dan risiko ekonomi mendatang. Meskipun, dia berharap pusat perbelanjaan dapat beroperasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
"Sesungguhnya pusat perbelanjaan berharap dapat terus beroperasi untuk melayani kebutuhan berbelanja masyarakat dan menjaga agar roda perekonomian tidak kembali terhenti," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (DPD HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan PSBB jilid II akan menambah panjang penantian pengusaha hiburan malam di Ibu Kota. Pasalnya subsektor usaha ini telah tutup selama enam bulan lebih sejak merebaknya pandemi Covid-19 pada Maret lalu.
"Diberlakukannya kembali PSBB akan memperpanjang masa penantian pengusaha hiburan malam yang sudah hampir 6 bulan tutup," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 September 2020.
Dia juga mengungkapkan hal senada dengan Alphonsus. Menurut Sarman, penerapan PSBB akan kembali membuat perekonomian Jakarta stagnan karena tutupnya aktivitas perkantoran, mal, hotel, sarana transportasi, dan terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat.
"Penerapan PSBB yang diperketat ini juga akan menekan pertumbuhan ekonomi Jakarta pada kuartal ketiga nanti dan berpotensi terkontraksi dan resesi," ujar dia.
Sarman menjelaskan, kondisi perekonomian Jakarta kuartal II tahun 2020 telah terkontraksi sebesar 8,22 persen. Lalu untuk perekonomian nasional yang sebesar 5,32 persen.
Dengan PSBB jilid dua ini, kata Sarman, sudah dipastikan kontraksi perekonomian Jakarta akan semakin dalam, yang dipicu oleh tutupnya berbagai sektor barang dan jasa, serta akan berdampak pada terganggunya konsumsi rumah tangga. "Maka pertumbuhan ekonomi Jakarta kuartal tiga berpotensi minus," tuturnya.
Kendati demikian, dia memaklumi keputusan berat yang diambil oleh Pemprov DKI Jakarta untuk menjaga kesehatan warganya. Untuk itu, dia mengimbau kalangan pengusaha untuk bersabar dan mendukung langkah pemerintah dengan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kami mengajak kepada pelaku usaha di Jakarta untuk tegar dan semangat menghadapi ketidakpastian ini dan semaksimal mungkin jangan melakukan PHK sembari kita bersama-sama membantu pemerintah mengendalikan dan mematikan penyebaran virus Covid-19 ini," kata dia.