TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP membeberkan sejumlah masalah dan tantangan dalam industri kelautan perikanan tanah air. Salah satunya adalah sistem logistik yang masih terpusat di beberapa kota besar dan harus transit di negara lain.
Contohnya adalah ekspor ikan segar atau hidup yang melalui transportasi udara. Produksi ikan di Indonesia Timur seperti Ambon, Ternate, Jayapura, dan Bitung, harus dikirim ke Makassar, Denpasar, dan Jakarta. Kemudian dikirim lagi ke tiga negara utama yaitu Singapura, Cina, dan Jepang.
"Baru dari sana bergerak ke Eropa dan Amerika Serikat (United States)," kata dia dalam Webinar Muhammadiyah pada Rabu, 8 September 2020.
Sistem seperti ini terjadi karena tidak adanya rute penerbangan pesawat angkut ini dari Indonesia Timur langsung ke negara ekspor. Saat harus transit di negara lain, jadwal penerbangan lanjutan pun tidak connect.
Sehingga, muncul biaya tambahan untuk penyimpanan sementara ikan segar asal Indonesia. Padahal, kata Syarief, syarat ikan dikategorikan segar adalah 12 jam dari penangkapan sampai ke konsumen. "Kalau lewat, harganya turun," kata dia.