TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengungkapkan bahwa pembangunan proyek smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur berpotensi merugikan perusahaan hingga US$10 miliar.
Tony mengatakan bahwa kerugian tersebut disebabkan pendapatan dari treatment charge and refining charge (TCRC) yang diperoleh tidak sesuai dengan keekonomian proyek.
Selama kurang lebih 20 tahun ini, ongkos TCRC yang sepenuhnya dikendalikan pasar internasional untuk konsentrat tembaga berada pada kisaran US$0,2—US$0,24 per pound, bahkan turun menjadi US$0,18 per pound pada Maret 2020.
"Memang rugi, kalau bilang untung menyesatkan. Kalau kami bangun satu smelter baru tembaga akan memakan biaya US$3 miliar dengan kapasitas sebesar itu. Untuk itu TCRC-nya harus capai US$0,60, sedangkan kalau smelter di tempat lain cukup US$0,20. Jadi, ada spread US$0,40 yang jadi beban PTFI dan itu kalau per tahun US$300 juta. Kalau 20 tahun kan US$6 miliar ditambah pembangunan smelter US$3 miliar jadi, kira-kira hampir US$10 miliar," ujar Tony dalam sebuah webinar, Jumat 4 September 2020.
Menurutnya, yang paling menderita kerugian atas beban tersebut adalah PTFI dan pemegang saham PTFI lainnya, yakni Inalum. Namun, PTFI tetap berkomitmen melanjutkan pembangunan proyek smelter tersebut sesuai dengan ketentuan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI.