TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawari menegaskan komitmen pemerintah dalam mengelola kebijakan fiskal secara prudent atau hati-hati. Menurut dia, itu terlihat dalam penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2021 dan tetap dilanjutkan dalam rangka pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19.
"Sehubungan dengan kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit APBN, strategi pembiayaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020," kata Sri Mulyani dalam siaran virtual, Jumat, 4 September 2020.
Strategi itu, kata dia, disusun berlandaskan pada prinsip untuk tetap menjaga posisi Bank Indonesia selaku otoritas moneter serta Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal.
Mengenai burden sharing atau berbagi beban dengan Bank Indonesia dalam menghadapi situasi dan kondisi luar biasa akibat Covid-19, menurutnya, ada dua jenis yang telah disepakati. Kedua jenis burden sharing tersebut sudah disepakati dalam pembahasan dengan DPR (Komisi XI dan Badan Anggaran).
Pertama untuk menangani kondisi dampak pandemik Covid-19 yang luar biasa pada 2020, pemerintah dan BI bersepakat membagi beban untuk belanja bidang kesehatan, bantuan sosial, belanja mendukung pemulihan daerah dan sektoral. Belanja tersebut akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang tidak melalui lelang (pasar), namun langsung dibeli oleh BI (private placement) dengan beban bunga pemerintah adalah nol persen.
Mekanisme extraordinary ini adalah untuk situasi luar biasa dan hanya dilakukan satu kali saja, yaitu 2020.
Sedangkan burden sharing jenis kedua, BI bertindak sebagai pembeli siaga (stand by buyer) dalam lelang SBN melalui pasar perdana. Hal ini dilakukan sesuai UU 2/2020 yaitu sampai 2022.
"Dengan demikian, Pemerintah dan BI tetap menjaga disiplin kebijakan fiskal dan moneter, serta menjaga mekanisme pasar yang kredibel dan menjaga kepercayaan para investor pada instrument Surat Berharga Negara," kata dia.
HENDARTYO HANGGI