TEMPO.CO, Jakarta - Konsultan marketing di Indonesia, MarkPlus Inc. melakukan survei terhadap 111 responden di seluruh Indonesia. Hasilnya, sebanyak 52,1 persen masyarakat non-Jabodetabek harus menambah pembelian kuota internet seluler (mobile broadband) alias paket data di telepon genggam atau HP mereka selama pandemi Covid-19.
"Karena 68,8 persen pengguna internet di wilayah tersebut belum memasang fixed broadband," kata Associate Business Analyst MarkPlus Inc. Sabrina Iryanti dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 4 September 2020.
Fixed broadband adalah layanan internet kabel seperti contohnya wifi pribadi. Menurut Sabrina, ketergantungan masyarakat non-Jabodetabek pada kuota internet seluler membuat 22,9 persen mereka mengkonsumsi kuota lebih dari 30 gigabyte hingga unlimited.
Kondisi yang berbeda terjadi pada pengguna internet di Jabodetabek. Sekitar 63,5 persen masyarakat Jabodetabek tidak menambah maupun mengurangi kuota internet seluler bulanan. Sebab, mereka sudah didukung oleh personal wifi yang sudah terpasang di rumah masing-masing.
Sebelum pandemi, 31,7 persen masyarakat Jabodetabek menghabiskan kuota internet seluler 5 sampai 10 gigabyte. Saat pandemi jumlah kuota yang dipakai relatif sama. "Karena 74,6 persen dari mereka menggunakan wifi," kata Sabrina.
Dalam survei ini, Markplus Inc. juga mencatat bahwa kegiatan yang paling banyak menghabiskan kuota internet adalah telepon maupun video konferensi secara online sebesar 36 persen.
Kegiatan ini untuk mendukung interaksi bekerja dan belajar yang dilakukan dari rumah. Lalu diikuti oleh menonton video secara online sebesar 35,1 persen dan bermain media sosial sebesar 22,5 persen.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Kristiono mengatakan penetrasi fixed broadband di Indonesia memang belum merata. Sehingga sangat wajar masyarakat di daerah lebih mengandalkan internet seluler karena wifi tidak tersedia.
“Permasalahannya penetrasi fixed broadband rendah sekali. Kalau terhadap populasi hanya sekitar 3 sampai 4 persen,” kata Kristiono,
Tapi selain persoalan penetrasi, masalah juga muncul dalam layanan fixed broadband itu sendiri. Menurut Kristiono, para pelanggan, khususnya dari kelas ekonomi atas atau segmen A, masih mengalami ketidakpuasan.
Menurut dia, para pengguna dari segmen tersebut rela membayar lebih mahal untuk kualitas layanan yang diharapkan lebih baik. Sebab, seluruh aktivitas kini banyak dihabiskan di rumah.
FAJAR PEBRIANTO