TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Bob Saril mengatakan perseroan berpotensi kehilangan pendapatan Rp 391 miliar hingga akhir tahun ini akibat kebijakan penyesuaian tarif listrik sejumlah golongan pelanggan non-subsidi.
"Kalau berdampak kan potensi pendapatan. Kami sudah hitung potensi yang akan hilang sekitar Rp 391 miliar," ujar Bob di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat, 4 September 2020.
Namun demikian, Bob mengklaim penurunan pendapatan tersebut tidak bakal menimbulkan masalah pada neraca keuangan perseroan. Sebab, di saat bersamaan, perusahaan melakukan efisiensi dan menggenjot penjualan.
"Kan itu pendapatan, bagaimana kalau kita melakukan penghematan. Kalau keuntungan itu kan ada penjualan ada penjualan ada biaya, kalau biaya bisa kita hemat segitu kan berarti tidak ada masalah," ujar Bob.
Upaya efisiensi yang dilakukan perseroan, kata dia, salah satunya adalah menekan biaya pokok produksi melalui bauran energi. Perseroan berupaya menggunakan energi yang biayanya paling murah. Perseroan juga melakukan efisiensi dengan mengganti pembangkit listrik yang mulanya menggunakan diesel atau BBM menjadi yang biayanya lebih murah.
"Harapannya dengan pengurangan ini ke depannya konsumsi listrik akan naik dengan adanya pertambahan konsumsi misalnya di industri. Jadi selain melakukan penghematan juga kami menggencarkan penjualan agar fixed cost lebih bisa turun," kata Bob.