TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian mengusulkan peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan pangan dan sistem logistik, serta pengembangan pertanian modern dalam memperkuat ketahanan pangan di era normal baru.
“Untuk menopang ketersediaan pangan bagi semua di era normal baru, kami mengembangkan seperangkat kebijakan yang disebut '4 Cara Bertindak'," kata Menteri Pertanian Syahrul Yassin Limpo, dalam keterangan persnya, Kamis, 3 September 2020.
Empat prioritas itu disebut sebagai upaya Indonesia memperkuat ketahanan pangan dan sistem pangan di masa pandemi Covid-19. Syahrul menyampaikan empat prioritas itu dalam Konferensi Regional Asia Pasifik (APRC) FAO ke-35 yang dihadiri 46 menteri pertanian di Asia Pasifik.
Menurut Syahrul, meski terjadi perlambatan ekonomi akibat pandemi, PDB Indonesia di sektor pertanian tahun ini meningkat 2,19 persen. Sementara pertumbuhan di sektor pertanian mencapai pertumbuhan sektor pertanian sebesar 16,24 persen dibanding triwulan sebelumnya.
Dia menjelaskan, terlepas dari kemunduran global dalam pencapaian SDG, peringkat ketahanan pangan Indonesia dalam indeks keamanan global meningkat dari peringkat 74 pada 2015 menjadi peringkat 62 di 2019.
Sementara prevalensi stunting pada 2018 menurun dari 30,8 persen menjadi 27,67 persen di 2019. Syahrul menyerukan kepada peserta konferensi untuk memperkuat kolaborasi dan mendukung FAO “hand in hand” melalui kerja sama Selatan-Selatan dan kerja sama Triangular.
"Indonesia, ia berujar, siap berbagi pengalaman dengan setiap negara untuk berkontribusi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG),” ujar dia, seperti disampaikan dalam konferensi virtual itu.
Inisiatif kerja sama tersebut menargetkan mereka yang paling rentan. Terutama di kelompok populasi, wilayah, dan negara yang lebih miskin. Yang berbasis pada bukti lapangan dan memanfaatkan analisis komprehensif menggunakan data dan informasi geo-spasial multidimensi.
Direktur Jenderal FAO QU Dongyu dalam pidatonya dari Roma, mengatakan dampak negatif terkait pandemi dirasakan di seluruh sistem pangan. “Tindakan untuk mengendalikan wabah virus mengganggu rantai pasokan pangan global," kata Dongyu.
Menurutnya pembatasan pergerakan di perbatasan dan penguncian menghancurkan mata pencarian dan menghambat transportasi pangan penduduk. Kehilangan dan pemborosan pangan meningkat.
"Petani membuang bahan pangan yang mudah rusak, dan banyak orang di pusat kota berjuang mendapatkan makanan segar."
Dongyu menekankan bahwa petani kecil dan keluarganya, pekerja pangan di semua sektor, dan mereka yang hidup di ekonomi yang bergantung pada komoditas dan pariwisata sangat rentan.
“Mereka sangat membutuhkan perhatian kita. Kita perlu mengkaji kembali sistem pangan dan rantai nilai pangan," kata dia. "Kita harus lebih memanfaatkan inovasi dan teknologi pertanian dan mempertimbangkan teknologi terbaru."
Dalam Konferensi Regional FAO kali ini, "Hand in Hand" menjadi salah satu bahasan utama. Inisiatif itu berfokus pada peningkatan kerja sama dan dukungan terhadap potensi daerah tertinggal, serta penduduk yang rentan.
IHSAN RELIUBUN