TEMPO.CO, Jakarta - Deflasi terjadi dalam dua bulan berturut-turut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen pada Agustus 2020 mengalami deflasi sebesar 0,05 persen secara bulanan. Bulan sebelumnya deflasi mencapai 0,10 persen. Tren ini diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan deflasi kali ini disebabkan oleh penurunan harga pada beberapa indeks kelompok pengeluaran. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami penurunan paling besar yaitu -0,86 persen. Sektor transportasi berada di urutan kedua dengan penurunan -0,14 persen.
Suhariyanto menyatakan penurunan harga tersebut menunjukkan daya beli masyarakat yang belum pulih setelah pandemi merebak. "Perkembangan inflasi berbagai negara memang menunjukkan perlambatan, bahkan mengarah deflasi karena pandemi Covid-19 menghantam dari sisi demand maupun supply," katanya, Selasa 1 September 2020.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia, Mohammad Faisal, menyatakan kondisi tersebut dipicu daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang turun. Sejumlah stimulus dari pemerintah termasuk relaksasi pembatasan sosial belum terasa pengaruhnya. Sementara itu kelas atas yang memiliki daya beli cenderung menahan belanja. Selain ada kekhawatiran terhadap pandemi, transaksi dan mobilitas mereka masih terbatas karena restriksi kegiatan untuk mencegah penyebaran virus.
Faisal memperkirakan deflasi masih akan berlangsung hingga awal kuartal IV. Hari Raya Natal dan Tahun Baru diharapkan dapat mendongkrak belanja meski tak akan terlalu besar. Dia memperkirakan inflasi secara tahunan tak mampu melampaui 1,5 persen. "Kumulatif inflasi sampai Agustus saja masih di bawah satu persen," kata dia. BPS mencatat inflasi Januari-Agustus sebesar 0,93 persen.