TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Drajad Wibowo, menilai langkah pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Reformasi Sistem Keuangan tak logis. Menurut dia, sikap itu menunjukkan bahwa pemerintah sedang panik menghadapi situasi krisis.
“Kalau pemerintah jadi menerbitkan Perpu Reformasi Sistem Keuangan, akan memberikan kesan bahwa pemerintah sedang bingung dan panik menghadapi krisis,” ujar Drajad dalam diskusi bersama Bisnis Indonesia, Selasa, 1 September 2020.
Perppu reformasi sistem keuangan akan menata keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI). Kebijakan ini diambil lantaran pandemi Corona mengharuskan pemerintah melakukan kegiatan di luar kenormalan, termasuk dalam hal peraturan perundang-undangan.
Mantan anggota DPR dari Fraksi PAN itu menyatakan penerbitan aturan justru akan membahayakan kondisi moneter dan keuangan. Musababnya, menurut dia, tidak ada satu negara pun yang merombak sistem otoritas moneter dan keuangan di tengah krisis karena pandemi.
Drajad menyebut negara-negara dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi yang cukup dalam pun tetap konsisten dengan sistem keuangannya, seperti Singapura, Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, Selandia Baru, Kanada, dan Cina. Inggris, tutur dia, pernah merombak sistem keuangannya. Namun, kebijakan tersebut dilakukan pada 2013, yakni kala negara tidak sedang mengalami turbulence.