TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat secara month to month (mtm) Agustus 2020 mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. "Angka ini akan menentukan pertumbuhan ekonomi (PE) pada triwulan tiga nanti," kata Kepala BPS Suhariyanto saat konferensi pers secara daring, Selasa 1 September 2020.
Dengan akan deflasi pada Agustus 2020, Suhariyanto mengatakan telah terjadi deflasi kedua kali pada tahun ini. Sebelumnya terjadi deflasi pada Juli 2020 dengan nilai 0,1 persen.
Berdasarkan pemantauan BPS pada 90 kota, Suhariyanto mengatakan 53 kota mengalami deflasi serta sisanya mengalami inflasi.
Dia menjelaskan, deflasi tertinggi terjadi Kupang, sebesar 0,92 persen karena penurunan harga ikan, daging ayam ras, dan tarif transportasi udara. Sedangkan deflasi terendah di Sibolga, Tembilahan, Bekasi, dan Banyuwangi dengan nilai 0,01 persen.
Suhariyanto menjelaskan, kota yang mengalami inflasi tertinggi di Meulaboh sebesar 0,88 persen disebabkan oleh kenaikan harga emas, perhiasan, minyak goreng dan ikan. "Sementara inflasi terendah di Batam, Kediri, dan Kotamobagu sebesar 0,02 persen," tuturnya.
Ada beberapa sektor yang turut andil dalam memberikan dampak terhadap nilai inflasi kali ini. Pertama, kata Suhariyanto, adalah makanan dan minuman, serta tembakau yang mengambil porsi deflasi 0,22 persen. Lalu ada komoditas lain yang berperan memicu deflasi yaitu penurunan harga ayam ras 0,09 persen, bawang merah 0,07 persen, tomat 0,02 persen, serta telur ayam dan buah-buahan 0,01 persen.
Sejauh ini, Suhariyanto melihat memang tren dari kebanyakan negara sedang terjadi deflasi. Hal itu, kata dia, memang menunjukkan perlambatan ekonomi akibat dari dampak pandemi Covid-19 yang menghantam sisi permintaan dan persediaan (supply and demand).