TEMPO.CO, Jakarta - Iklan Pulau Pendek di Desa Boneatiro, Kecamatan Kopontori, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, dijual sempat menghebohkan warganet. Terkait iklan pulau dijual tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Aryo Hanggono pun mengungkapkan ketentuan untuk memiliki pulau pribadi di Indonesia.
Adapun, syarat pertama yang harus dipenuhi ialah warga negara Indonesia. Selain itu, pemilik pulau harus konsisten dengan persentase area konservasi di pulau yang dimiliki. "Kalau orang Indonesia itu boleh asal dia secara hukum jelas sertifikat kepemilikannya," kata dia dalam keterangan resmi, Selasa, 1 September 2020.
Untuk sertifikat kepemilikan, dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, berada di wilayah pengelolaan perairan di sekitar pulau tersebut.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah oleh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014.
Dia mengatakan, pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia, diutamakan untuk konservasi. Untuk persentase peruntukan ruang terbuka hijau atau konservasi bahkan mencapai 51 persen dari total luas pulau.
"Satu pulau itu paling sedikit 30 persen dikuasai langsung oleh negara dan paling banyak 70 persen dari luas pulau dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Dari 70 persen itu pun pelaku usaha wajib mengalokasikan 30 persen untuk ruang terbuka hijau, artinya hanya 49 persen dari luas pulau yang boleh. 51 persen akan dikonservasi," ucapnya.
Aryo pun menuturkan, pihaknya masih melakukan pendalaman terkait isu penjualan pulau di Buton, Sulawesi Tenggara. Kendati demikian, dia menegaskan bahwa kepemilikan pulau oleh asing dilarang di Indonesia.
"Yang perlu kita tahu adalah pertama siapa yang menjualnya lalu pembelinya siapa, kalau orang Indonesia ada ketentuan, ke asing tidak boleh," ujar Aryo.
Melansir dari Bisnis, salah satu ahli waris Dinar Yanti Abu Baedah mengaku tak pernah menjual pulau warisan itu. Ia mengatakan, sejak awal tidak ada dari ahli waris yang mengiklankan Pulau Pendek. Bahkan ahli waris tidak mengenal si pengiklan.
“Memang bukan kita (yang mengiklankan). Dari ahli waris tidak ada yang mengiklankan itu dan tidak kenal dengan oknum yang mengiklankan itu,” katanya kepada Bisnis, Senin, 31 Agustus 2020.
Pulau ini dimiliki oleh H Abu Baeda DG Pasau dari Makassar dan H La Gambo dari Bau-bau. Lahan pulau seluas 220 hektare ini dibagikan kepada 25 ahli waris.
Kendati demikian, ahli waris memastikan tidak pernah meminta orang lain untuk mengiklankan pulau itu untuk dijual. Namun mereka sempat ingin mencari investor guna membangun resort di pulau tersebut.
Dengan adanya pemberitaan tersebut, Dinar mencurigai adanya penggiringan opini oleh pihak tertentu guna mengambil hak kepemilikan pulau. “Kami khawatir ada orang nantinya yang mengaku memiliki pulau itu, padahal kami sebagai ahli waris memiliki surat bukti kepemilikan,” tuturnya.
Sebelumnya, beredar terkait penjualan Pulau Pendek, Kabupaten Buton. Pulau ini dijual seharga Rp 36.500 per meter persegi di portal jual-beli. Selain menyiarkan harga, di laman tersebut juga memuat profil pulau seluas 220 hektare.
EKO WAHYUDI l BISNIS