TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia menerima kucuran dana sebesar $US 103,78 juta atau sekitar Rp 1,52 triliun (asumsi kurs Rp 14.665 per dolar AS) karena dianggap berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, menyatakan, atas keberhasilan itu Indonesia mendapat pengakuan dunia. "Pengakuan itu berupa persetujuan dari GCF (Global Climate Fund) untuk mengucurkan dana senilai US$ 103,78 juta untuk pembayaran kinerja, atau disebut sebagai skema result based payment," katanya, melalui konferensi virtual, Kamis, 27 Agustus 2020.
GCF atau dana iklim global tersebut didapat dari program Reduction Emision from Deforestation, and Degradation atau REDD+, yaitu kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Menurut Siti Nurbaya, ini menjadi bukti komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. Sementara pembayaran REDD+ adalah pembayaran berbasis keberhasilan hasil kerja atas penurunan emisi.
Laporan penurunan emisi diverifikasi tim teknis independen yang ditunjuk sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC. "Jadi ini bukan klaim Indonesia sepihak," ucap Siti Nurbaya. Penilaian itu disebut merupakan pengakuan berdasarkan kebenaran data dan konsistensi metodologi yang diverifikasi tim teknis atas penunjukan UNFCCC.
Hal itu menandakan Indonesia sepaham dengan Paris Agreement dalam pengendalian iklim. "Sebetulnya, kita bisa lihat koherensi kepentingan Indonesia dengan concern dunia," tutur Siti Nurbaya. Sementara REDD+ atau pengurangan emisi, deforestasi, dan degradasi yang ditambah tanda plus (+) itu berkaitan dengan gambut, masyarakat adat, dan lainnya, yang dimulai sejak 2007.
IHSAN RELIUBUN | RR ARIYANI
Baca juga: Jokowi: Emisi Gas Rumah Kaca Harus Turun 26 Persen di 2020