TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Pulau Morotai, Maluku Utara, Benny Laos meminta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2020 direvisi. Sebab, aturan yang mengatur jenis barang bisa diangkut oleh tol laut itu dinilai membuat pembangunan di daerahnya berjalan lambat dan memakan biaya yang lebih tinggi.
Lewat beleid ini, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatur jenis barang yang bisa diangkut oleh tol laut, angkutan bersubsidi yang langsung ke Morotai. Tapi karena daftarnya terbatas, akhirnya sebagian barang harus diambil dari Ternate dengan biaya yang lebih mahal.
"Saya usulkan ke depan, jangan mengatur pembatasan, tapi (atur) yang dilarang saja," kata Benny dalam webinar Kemenhub pada Senin, 24 Agustus 2020.
Awalnya pada 22 Februari 2018, mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menerbitkan Permendag Nomor 38 Tahun 2018. Muatan yang bisa diangkut tol laut hanya 25 jenis barang.
20 Mei 2020, Agus memperbarui aturan ini dan menambah muatan angkutan tol laut menjadi 32 jenis barang, lewat Permendag 53 tersebut. Daftar barang baru seperti sagu, pinang, pipa air dan aksesoris, keramik, hingga bata ringan.
Masalahnya, Benny menyebut jumlah tersebut masih kurang. Ia mencontohkan pembangunan sebuah rumah yang membutuhkan ratusan material. Tapi di dalam Permendag 53, hanya sebagian saja yang bisa diangkut tol laut.
Tak hanya itu, Benny juga menyebut aturan Logistic Communication System (LCS) di Kementerian Perhubungan masih membuat tol laut hanya diikuti pemodal besar saja, sementara pemodal kecil tersisih. Sebab, barang yang diangkut harus secara kolektif. "Barang tidak bisa digabungkan," kata dia.
Dalam webinar ini, hadir pula Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus Purnomo. Kepada Agus, Benny meminta agar usulannya ini dipertimbangkan. Sebab, Benny menyebut daerahnya sudah mengalami dampak positif akibat tol laut.