TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri atau ULN Indonesia meningkat pada kuartal II pada 2020 menjadi sebesar US$ 408,6 miliar atau sekitar Rp 6.067 triliun (kurs Rp 14.849 per dolar AS). Angka itu terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 199,3 miliar atau sebesar Rp 2.959 triliun dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 209,3 miliar atau setara dengan Rp 3.108 triliun.
BI menyebutkan ULN Indonesia tersebut tumbuh 5 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 0,6 persen (yoy), disebabkan oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN pemerintah maupun swasta. Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi rupiah.
Secara umum Bank Indonesia menyatakan struktur ULN Indonesia masih tetap sehat, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Kondisi ini ditunjukkan oleh rasio utang asing terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal II pada 2020 sebesar 37,3 persen atau naik ketimbang kuartal sebelumnya sebesar 34,5 persen.
Namun begitu, struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi oleh utang berjangka panjang dengan pangsa 89 persen dari total utang luar negeri. “Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” demikian dikutip dari pernyataan Direktur Eksekutif/Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko, Jumat, 14 Agustus 2020.
ULN pemerintah pada akhir kuartal II pada 2020 tercatat sebesar US$ 196,5 miliar, tumbuh 2,1 persen (yoy), setelah pada kuartal sebelumnya terkontraksi 3,6 persen (yoy). Peningkatan ini seiring dengan penerbitan sukuk global untuk memenuhi target pembiayaan, termasuk satu seri Green Sukuk yang mendukung pembiayaan perubahan iklim.