Anwar khawatir pembukaan ekspor benur akan menimbulkan penangkapan masif. Sehingga akhirnya, masa depan komoditas ini akan senasib dengan kasus ekspor kayu di Kalimantan yang dijual secara gelondongan.
Alih-alih membuka ekspor, Anwar menyarankan pemerintah berfokus membangun ekosistem budidaya lobster di dalam negeri. Salah satu caranya ialah memberikan modal kepada para pengusaha lokal untuk mengembang-biakkan benur di daratan.
Namun demikian, ia meminta pengusaha harus bersabar untuk menunggu panen. "Kita butuh pengusaha-pengusaha yang punya idealisme dan bicara kemajuan bangsa," tuturnya.
Adapun Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agung Tri Prasetyo mengatakan KKP memprioritaskan benih lobster untuk dibudidayakan. Hal itu merespons keputusan Lembaga Bahtsul Masail PBNU yang meminta untuk menghentikan ekspor benur lobster.
"Soal ekspor itu langkah sementara sambil menunggu kesiapan sarana dan prasarana budidaya di tanah air," kata Agung dalam keterangan tertulis Rabu, 5 Agustus 2020.
Menurut Agung, kebijakan ekspor diambil karena stok berlebih benih bening lobster yang sudah ditangkap nelayan namun belum bisa ditampung di pembudidaya.
Agung mengatakan hal itu juga dipertegas oleh penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri yang dipaparkan dalam Chief Editors Meeting 14 Juli 2020, bahwa kelimpahan benih lobster di perairan Indonesia per tahun mencapai 416,7 juta benih lobster.
Di sisi lain, kata dia, kemampuan budidaya di dalam negeri memiliki keterbatasan dalam penyerapan benih lobster tersebut. Pemanfaatan sumber daya itu, menurutnya, menjadi peluang bagi nelayan di tengah keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19, tanpa membahayakan kelestariannya
"Permen KP 12/2020 diharapkan memacu roda ekonomi, terutama nelayan penangkap benih. Juga budidaya perikanan untuk membuka lapangan kerja baru," ujarnya.
EKO WAHYUDI I FRANCISCA CHRISTY ROSANA