Senada, peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi mengatakan dibandingkan dengan awal kasus Covid-19 di dunia, investor global saat ini sudah relatif lebih tidak reaktif atau panik karena wabah Covid-19 adalah kenyataan yang harus diterima.
Selain itu, kebijakan stimulus fiskal, quantitative easing (QE), dan rezim suku bunga rendah di negara maju, terutama Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, yang menyebabkan tambahan likuiditas global.
"Sebagian dari tambahan likuiditas global ini mengalir ke emerging markets, termasuk ke Indonesia. Ini menyebabkan demand terhadap global bonds cukup besar," katanya.
Menurut Eric, cadangan devisa bisa meningkat ke kisaran US$138-US$140 miliar, salah satunya karena pemerintah akan menarik utang lebih untuk membiayai defisit APBN. Arus masuk ke bursa saham dan pasar obligasi juga akan mendukung kenaikan cadangan devisa.
Di samping itu, dia mengatakan surplus neraca perdagangan sampai akhir tahun juga akan membantu kenaikan cadangan devisa, sejalan dengan negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia mulai membuka sejumlah sektor perekonomian.
Adapun BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.