Di sisi lain, Ahmad juga mengingatkan bahwa persoalan data menjadi penting dalam menjalankan program-program bantuan yang baru. Pasalnya, dalam beberapa bulan terakhir pun Ombudsman kerap mendapatkan aduan soal data penerima bantuan sosial yang belum tepat sasaran.
"Pada kasus bansos kemarin ada juga orang yang tidak bisa membedakan antara dirumahkan dengan kehilangan pekerjaan. Kemarin ada orang yang dirumahkan mendapat bansos, seakan-akan kehilangan pekerjaan. Padahal kan tidak. Ini kan seharusnya dia tidak berhak dan ada yang lebih berhak. Ini harus diverifikasi," ujar dia.
Ke depannya, Ahmad berharap pemerintah bisa memiliki satu data tunggal yang menjadi acuan dalam penyaluran bantuan. "Sehingga dengan sekali pencet bisa tahu orang ini di mana, penghasilannya berapa, dan kehilangan pekerjaan tidak. Memang data itu pemerintah perlu secara khusus memperjelas."
Sebelumnya, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir, memastikan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan gaji tambahan kepada pekerja dengan pendapatan tertentu dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai.
Erick menjelaskan bantuan kali ini akan berfokus kepada 13,8 juta pekerja non PNS dan BUMN yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150.000 per bulan. "Atau setara dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan," ujar dia dalam keterangan tertulis, Kamis, 6 Agustus 2020.
Bantuan Langsung Tunai atau BLT Pekerja tersebut adalah sebesar Rp 600 ribu per bulan selama 4 bulan dan akan langsung diberikan per dua bulan ke rekening masing-masing pekerja. Mekanisme tersebut dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penyalurannya.
Baca juga: Indef Sebut Bantuan Gaji untuk Pekerja Timbulkan Ketidakadilan, Ini Sebabnya