TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya sejak 1999, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi sampai minus 5,32 persen year-on-year (yoy) pada kuartal II di tahun 2020. Terakhir, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 6,36 persen pada kuartal I tahun 1999.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto kemudian mengimbau agar semua pihak membangun optimisme. Sebab, dia melihat adanya geliat ekonomi sejak relaksasi pembatasan sosial berskala besar atau PSBB pada awal Juni lalu.
"Meskipun masih jauh dari total. Jadi triwulan ketiga, harus menggandeng tangan sehingga geliat ekonomi bergerak," kata Suhariyanto dalam pengumuman, Rabu, 5 Agustus 2020.
Tempo merangkum sedikitnya ada 7 catatan penting di balik pertumbuhan minus 5,32 persen. Sebab pada kenyataannya, tidak semua sektor tiba-tiba ambruk dan tumbuh negatif selama pandemi Covid-19. Berikut catatan tersebut:
1. Lebih Baik dari Beberapa Negara
Setelah pengumuman BPS, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo merilis data perbandingan ekonomi Indonesia dan negara lain. Perbandingannya antara kuartal I dan kuartal II tahun 2020.
Perbandingan ini dikutip Prastowo dari tradingeconomics.com dan disebarkan lewat akun twitternya @prastow. Dalam data tersebut, ekonomi Indonesia turun lebih dalam dibandingkan Lithuania, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, dan Cina. Dua negara terakhir justru positif, 0,4 persen dan 3,2 persen.