TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menanggapi pengumuman Badan Pusat Statistik atau BPS soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkontraksi dan minus 5,32 persen pada kuartal II tahun 2020. Rilis BPS tersebut sesuai dengan assessment yang dilakukan bank sentral terkait episentrum virus Corona (Covid-19) di Indonesia pada April-Mei 2020 atau saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Dari kajian yang dilakukan BI, juga ditunjukkan sepanjang April-Mei terjadi kontraksi terdalam. "Mulai ada perbaikan itu Juni, dari PMI (performance manufacture index), Juni-Juli ada kenaikan," kata Perry, saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Rabu, 5 Agustus 2020.
Perry menyebutkan, dari data BPS diketahui kontraksi 5,32 persen yang paling dalam pada sektor transportasi dan pergudangan karena adanya PSBB. Selain itu, sektor akomodasi, seperti hotel dan restoran, juga mengalami kontraksi yang sangat dalam.
Namun begitu, sektor jasa keuangan tetap tumbuh positif 1,03 persen (yoy). Oleh karena itu, bank sentral menurunkan suku bunga acuan (BI7DRR) dan giro wajib minimum (GWM). "Kemudian kami menggelontorkan quantitative easing, ada restrukturisasi kredit sehingga kondisi sektor tetap dijaga oleh KSSK. Alhamdulillah, masih positif," ujar Perry.
Lebih lanjut, Perry mengatakan konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi sangat dalam, yaitu minus 5,5 persen, karena dampak dari penerapan PSBB. Penerapan PSBB memukul sektor transportasi, hotel, restoran, dan ritel di kota-kota besar.