TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso mengatakan tren rasio kredit bermasalah atau non performing loan perbankan, meningkat tipis dari waktu ke waktu di masa pandemi Covid-19. Menurutnya, OJK mencatat angka terbaru NPL pada Juni sebesar 3,11 persen.
Padahal, kata dia, pada Desember 2019, NPL sebesar 2,53 persen, Maret 2020 sebesar 2,77 persen, April 2,89 persen, dan pada Mei 3,01 persen.
"Ini adalah betul-betul nasabah yang kenyataannya mengalami peningkatan (NPL) namun tidak dalam konteks restructuring," kata Wimboh dalam Perkembangan Kebijakan dan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan, Selasa, 4 Agustus 2020.
NPL tertinggi, kata dia, terjadi pada kredit modal kerja sebesar 3,96 persen. Setelah itu diikuti kredit investasi 2,58 persen dan kredit konsumsi NPL sebesarnya 2,22 persen.
Secara sektoral, NPL di perdagangan sebesar 4,59 persen, pengolahan 4,57 persen, dan sektor rumah tangga 2,32 persen. Sektor itu semua, kata Wimboh, memiliki porsi 57 persen dari total kredit.
Kendati NPL meningkat, kata Wimboh, permodalan perbankan masih cukup kuat. "Pada Juni (rasio kecukupan modal atau CAR) 2,59 persen tidak jauh berbeda dengan angka-angka sebelumnya. Ini menunjukkan permodalan perbankan masih sangat resilience," kata dia.
Permodalan yang kuat itu, menurutnya, bisa menjadi back-up untuk mendorong pertumbuhan kredit ke depan.
Sedangkan rasio non performing financing atau NPF di perusahaan pembiayaan, kata dia, juga terus meningkat. NPF pada kuartal II 2020 mencapai 5,1 persen.
HENDARTYO HANGGI