TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan kinerja industri ritel akan sangat bergantung pada tingkat konsumsi masyarakat hingga penghujung tahun. Pasalnya, kata dia, kinerja industri ritel sempat terperosok pada semester pertama akibat pandemi.
Hal tersebut terlihat dari survey indeks penjualan riil (IPR) oleh Bank Indonesia yang turun hingga 20,6 persen pada Mei lalu. Angka tersebut lebih rendah dari April sebesar minus 16,9 persen.
Namun, apabila merujuk pada indeks ekspektasi penjualan (IEP) pada Agustus dan November tercatat sebesar 133,0 dan 149,4. Angka tersebut lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 119,1 dan 146,3. "Artinya ada ekspektasi penjualan meningkat itu karena adanya fokus dan kehendak pemerintah untuk membuat dana pemulihan ekonomi nasional dapat digulirkan," ujar Roy kepada Tempo, Senin 3 Agustus 2020.
Roy menuturkan peningkatan dana bantuan dari pemerintah akan menggerakkan sektor usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), hingga sektor riil. Kemudian, jaminan kredit korporasi sebesar kurang lebih Rp 100 triliun oleh 15 bank, ujar Roy, akan menggerakkan sektor yang terpuruk sehingga bisa memperkerjakan kembali karyawan yang sempat dirumahkan.
Pelonggaran pembatasan sosial juga dinilai turut mendorong kinerja industri ritel. Untuk memanfaatkan momentum tersebut, Roy mengatakan peritel telah menyiapkan strategi.
Strategi tersebut di antaranya membuat program promosi belanja, bekerja sama dengan teknologi finansial untuk membuat program diskon menarik, memberikan pelayanan pengantaran hingga layanan tanpa turun (lantatur) atau drive thru, dan omnichannel. "Protokol kesehatan menjadi hal paling utama," ujar Roy.