Setelah 76 kali menagih tanpa hasil sepanjang Februari hingga Desember 1998, Direktur Utama Bank Bali Rudy Ramli menguasakan tagihan kepada PT Era Giat Prima, dengan komisi separuh nilai tagihan. Djoko tak lain adalah direktur perusahaan ini. Direktur Utamanya adalah Setya Novanto, terpidana kasus korupsi e-KTP.
Februari 1999
Pencairan piutang ternyata melibatkan sejumlah pejabat. Pada 11 Februari 1999, Ketua Dewan Pertimbangan Agung Arnold Baramuli, Menteri BUMN Tanri Abeng, Gubernur BI Syahril Sabirin, dan pimpinan Bank Bali bertemu di Hotel Mulia Jakarta. Sebagian besar membantah adanya pertemuan ini.
Akan tetapi, hasil pertemuan inilah yang diduga berbuntut pada perubahan petunjuk dari Menteri Keuangan. Sehingga, uang Rp 904 mengalir dari Bank Indonesia ke rekening Bank Bali, sebesar Rp 358 miliar, dan Era Giat, Rp 546 miliar. Belakangan juga terkuak pengalihan tagihan itu hanya akal-akalan untuk mengail komisi.
September 1999
Singkat cerita, Djoko Tjandra pun ikut jadi tersangka dan terdakwa. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko Tjandra. Namun hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana, melainkan perdata.
Juni 2001
Kejaksaan Agung lalu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis bebas Djoko Tjandra. Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Kejaksaan dan membebaskan Djoko Tjandra dari semua tuduhan korupsi.