"Kalau surat utangnya milik asing atau dalam bentuk valuta asing [valas] juga meningkat, akan membuat lebih rentan lagi terhadap capital outflow ataupun pelemahan nilai tukar," kata Faisal, Selasa, 28 Juli 2020.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memperkirakan rasio utang terhadap PDB pada 2021 akan meningkat lebih tinggi dari prediksi awal 37,97 persen akibat dari pelebaran defisit di 2021. Hal ini akan memberikan tekanan terhadap fiskal pada periode berikutnya karena sumber pembiayaan utang pemerintah banyak berbentuk surat berharga negara (SBN) jangka pendek.
"Konsekuensinya keseimbangan primer negatifnya akan semakin besar. Jika keseimbangan primer negatif-nya makin besar, otomatis pemerintah harus membiayai belanja non-K/L lebih tinggi dari biasa. Pembiayaan belanja K/L harus ditekan, padahal belanja K/L untuk ekspansi fiskal," kata Tauhid.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan untuk menaikkan defisit anggaran dalam RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kenaikan defisit ini perlu dilakukan untuk mendukung pembiayaan program prioritas, termasuk penanganan dampak Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
“Presiden memutuskan kita akan memperlebar defisit jadi 5,2 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Jadi lebih tinggi lagi dari desain awal yang sudah disepakati dengan DPR, lebih tinggi dari 4,7 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara daring usai rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Jokowi dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa, 28 Juli 2020).
Defisit anggaran 5,2 persen dari PDB di 2021 tersebut, ujar Sri Mulyani, lebih tinggi dari kesepakatan awal dan proyeksi antara pemerintah dan DPR. Dalam kesepakatan dengan parlemen di sidang Badan Anggaran DPR, pemerintah menetapkan defisit RAPBN 2021 sebesar 4,17 persen, namun anggota dewan melihat terdapat indikasi kenaikan defisit menjadi 4,7 persen PDB karena masih tingginya tekanan dari pandemi COVID-19.
“Dengan defisit 5,2 persen PDB pada 2021, maka kita akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp 179 triliun yang Bapak Presiden setujui akan menetapkan prioritas-prioritas belanjanya,” ujar Sri Mulyani.
Beberapa program prioritas pada 2021, ujar Sri Mulyani, adalah ketahanan pangan, pembangunan kawasan industri yang dilengkapi infrastruktur yang memadai, transformasi digital di seluruh Tanah Air, pengembangan sektor pendidikan, dan kapasitas layanan kesehatan untuk menangani Covid-19 pasca-2020 termasuk anggaran untuk memperoleh vaksin.
BISNIS