Alasan pertama karena total anggaran yang digelontorkan hanya sekitar Rp 28,5 triliun atau lebih rendah dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, gaji ke-13 pun sifatnya adalah tambahan, bukan gaji pokok per bulan yang memang digunakan untuk konsumsi.
Kedua, karena jumlah ASN di Indonesia pun juga tidak mendominasi. Terlebih, kata Abdul, kelas menengah di PNS juga akan memilih menggunakan gaji ke-13 untuk berjaga-jaga atau untuk asuransi pendidikan anak. "Kelas menengah ini lebih rasional untuk menyiapkan dana," kata dia.
8. Diusulkan Khusus untuk Non-eselon
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah juga punya pandangan lain. Menurut dia, pemerintah semestinya mencairkan gaji ke-13 PNS hanya untuk pegawai yang non-eselon, khususnya guru dan tenaga medis, di masa pandemi corona.
Sebab, saat ini pemerintah tengah mengalami situasi keuangan yang sangat tertekan. “Karena penerimaan pajak turun sementara pengeluaran meningkat untuk menstimulus perekonomian,” tutur Piter
9. Diwarnai Protes
Meski sudah ada kepastian pencairan, kebijakan gaji ke-13 ini tetap menuai kritik. Sejumlah PNS Fungsional Ahli Utama golongan IV D dan IV E bersurat kepada Jokowi karena Sri Mulyani tidak akan mencairkan gaji ke-13 bagi dua golongan PNS itu.
Dalam lampiran suratnya PNS golongan IV D dan IV E yang memprotes adalah tenaga fungsional di bidang kesehatan. "Untuk memperjuangkan hak-hak kami, kami akan menyampaikan surat kepada Presiden Joko Widodo," kata kordinator perwakilan PNS golongan IV D dan IV E, Persis Sampeliling dalam keterangan tertulisnya, Jumat 24 Juli 2020.
Menurut Persis, gaji ke-13 ini serupa dengan THR. Saat itu, PNS jabatan fungsional ahli utama IV D IV E juga tidak dapat karena disetarakan dengan jabatan eselon I dan II. Menurut dia, tidak ada dasar hukum hukum kesetaraan antara PNS golongan IV D IV E yang hanya sebagai staf unit dengan pejabat ekselon I atau II.