Konsekuensinya, terjadi gap yang panjang antara pengelolaan uang negara dan pertanggungjawabannya. Sehingga, tidak ada laporan yang bisa langsung digunakan sebagai masukan untuk perbaikan di tahun berikutnya.
Dari 2004 sampai 2008, LKPP pun selalu mendapatkan opini disclaimer dari BPK. Bergerak dari kondisi ini, maka dimulailah reformasi dengan ketiga UU tersebut.
Komite Stadar Akuntansi Pemerintahan atau KSAP dibentuk. Komite diisi pejabat pemerintahan, praktisi dan asosiasi profesi, hingga akademisi yang kompoten dalam bidang akuntansi.
Pada 2005, terbitlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP. Aturan ini diperbaiki dengan PP Nomor 24 Tahun 2010. Keduanya merupakan upaya mengubah basis akuntansi cash menuju akrual pada 2015.
Menurut Sri Mulyani, perubahan ini sangat penting dan tidak mudah. "Butuh perubahan mindset," ujarnya.
Meski belum sepenuhnya sempurna, perbaikan sudah terlihat. Jika sebelumnya Disclaimer, maka mulai 2009 hingga 2015, pemerintah diganjar opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK.
Barulah pada 2015, basis akuntansi akrual benar-benar diterapkan untuk pertama kalinya dalam LKPP. Hasilnya, mulai 2016 sampai 2019, BPK selalu memberikan opini WTP kepada pemerintah pusat.
Upaya menuju perbaikan belum selesai. Dalam laporan terakhir BPK, masih ada 2 kementerian yang mendapatkan WDP dan 1 tidak menyampaikan pendapat.
Tapi bagi Sri Mulyani, perjalanan panjang hingga hari ini sudah merupakan kemajuan yang luar biasa bagi bangsa ini untuk mengelola uangnya sendiri.
Opini WTP pun juga bukanlah tujuan akhir. "Kita semua tahu, kita mengelola keuangan negara adalah untuk mencapai tujuan dari negara, menciptakan masyarakat adil dan makmur," kata Sri Mulyani.
FAJAR PEBRIANTO