TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk memperlebar defisit dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 atau RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, jauh lebih tinggi dari desain awal yang disepakati dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
"Jadi lebih tinggi lagi dari desain awal yang disepakati dan ada catatan dari DPR, lebih tinggi dari 4,7 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Selasa, 28 Juli 2020.
Sebelumnya, kata Sri Mulyani, DPR telah menerima rancangan defisit awal RAPBN 2021 sebesar 4,17 persen dari PDB. Dalam catatan kesimpulan pembicaraan awal tersebut, DPR mengindikasikan defisit untuk tahun depan bisa ditingkatkan jadi 4,7 persen dari PDB.
"Namun, di dalam sidang kabinet pagi ini, presiden memutuskan kita akan memperlebar defisit jadi 5,2 persen dari PDB," ujar Sri Mulyani. Ia mengatakan desain APBN 2021 akan cenderung difokuskan kepada upaya negara menghadapi ketidakpastian dan pemulihan ekonomi yang masih sangat dipengaruhi oleh kecepatan penanganan Covid-19.
Dengan defisit di 5,2 persen PDB pada 2021, Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memiliki cadangan belanja Rp 179 triliun yang prioritasnya akan ditetapkan oleh Presiden. Ia mengatakan belanja tersebut akan diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pada tahun depan.
Prioritas yang akan didukung dari penambahan belanja tersebut antara lain dari sisi ketahanan pangan, pembangunan kawasan industri yang didukung infrastruktur, serta untuk teknologi komunikasi dan informatika untuk pemerataan konektivitas di Tanah Air.
Serta, belanja juga akan diarahkan ke bidang kesehatan dan pendidikan, terutama untuk penanganan Covid-19 pasca 2020 dan dukungan untuk biaya vaksin. "Besok kami akan Ratas lagi untuk membahas penggunaan anggaran tambahan dari adanya defisit ini, agar dia betul-betul produktif dan didukung rencana belanja yang baik," ujar Sri Mulyani.