TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia saat ini menjadi eksportir buah nomor 19 terbesar untuk pasar Jepang. Dengan posisi ini, ekspor Indonesia kalah dari negara tetangga, Filipina, yang menjadi eksportir utama dengan pangsa pasar 26,2 persen.
Ketua Asosiasi Eksportir Buah dan Sayur Segar (Aseibssindo) mengatakan masalahnya ada pada fasilitas treatment untuk buah yang akan diekspor. "Di negara kita, fasilitas ini hanya ada di satu lokasi," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 24 Juli 2020.
Menurut Hendra, salah satu persyaratan karantina Jepang adalah membasmi lalat dan telur lalat pada buah-buahan. Pembasmian ini harus dilakukan dengan treatment di fasilitas tersebut. Tapi sampai hari ini, belum ada lagi penambahan fasilitas tersebut.
Di masa pandemi Covid-19 ini, ekspor buah Indonesia ke Jepang mengalami tren peningkatan. Selama kuartal pertama 2020, ekspor buah mencapai US$ 750,9 juta atau naik 7,4 persen year-on-year (yoy).
Menurut Konsul Jenderal KJRI Osaka, Mirza Nurhidayat, tingginya ekspor tersebut salah satunya disebabkan peningkatan konsumsi masyarakat Jepang akan buah yang menghasilkan vitamin tinggi. "Untuk menjaga daya tahan tubuh selama masa pandemi Covid-19," kata dia.
Namun, dia menyadari pangsanya relatif kecil. Selain dengan Filipina, Mirza menyebut Thailand dan Vietnam menjadi pesaing utama Indonesia untuk masuk ke pasar buah di Jepang. Adapun produk yang banyak diimpor Jepang adalah pisang, kiwi, alpukat, dan nanas.
Selain itu, Hendra menambahkan, ekspor buah Indonesia juga kalah dari Filipina karena kebanyakan masih digarap dengan cara tradisional. "Belum dalam skala perkebunan profesional," kata dia.
Sehingga, kualitas produk yang dihasilkan tidak stabil dan kuantitas pun tidak terjamin. Selain itu, kontinuitas juga tidak memungkinkan karena belum ada sistem irigasi.
FAJAR PEBRIANTO