TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan hasil pemeriksaan tahunan untuk periode anggaran 2019 kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat, 24 Juli 2020. Laporan tersebut diserahkan oleh anggota IV BPK Isma Yatun kepada Menteri Luhut Binsar Pandjaitan.
Isma menyebut Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memperoleh opini wajar tanpa pengecualian atau WTP dari lembaganya. "Kami apresiasi karena kementerian ini sudah empat kali berturut-turut memperoleh WTP," tuturnya saat ditemui di Kantor Kemenko Marves, Jumat, 24 Juli 2020.
Di samping itu, Isma menyatakan Kementerian yang dipimpin Luhut telah menindaklanjuti lebih dari 93 persen rekomendasi BPK. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya mencapai 80 persen.
Ia berharap Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi akan memproses rekomendasi BPK sampai tuntas. Sebab selama ini, Isma menyebut belum ada satu pun kementerian dan lembaga yang berhasil menindaklanjuti temuan BPK sampai tuntas.
Dalam LKPP 2019, BPK mengkonsolidasi 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2019. Dari 88 laporan keuangan tersebut, BPK memberi opini WTP terhadap 84 LKKL dan satu LKBUN yang meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Selain itu, BPK mencatat ada dua LKKL yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP). Jumlah ini menurun dibandingkan 2018 yang sebanyak empat LKKL. Kemudian, masih terdapat satu LKKL yang mendapat opini tidak menyatakan pendapat. Jumlah ini masih sama dengan 2018.
Dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2019, BPK masih mengidentifikasi sejumlah masalah terkait sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Masalah tersebut meliputi kelemahan dalam penatausahaan Piutang Perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP); kewajiban pemerintah selaku pemegang saham pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
belum diukur/diestimasi; pengungkapan kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp 2.876,76 triliun yang belum didukung standar akuntansi; serta penyajian aset dari realisasi belanja untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp 44,20 triliun pada 34 K/L yang tidak seragam.
Permasalahan lainnya ialah skema pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN) pada pos pembiayaan tidak sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan investasi tanah PSN untuk kepentingan umum. Ini tidak sesuai dengan PP 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah. Kemudian, BPK menemukan ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program kegiatan dengan tahun penganggaran atas kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | HENDARTYO HANGGI