TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, TB Ardi Januar, menyatakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 terkait ekspor benih lobster menguntungkan nelayan, pembudidaya, pelaku usaha, maupun negara.
"Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2020 ini, semua pihak mendapat keuntungan," kata TB Ardi Januar dalam rilis di Jakarta, Jumat, 24 Juli 2020.
Menurut dia, regulasi tersebut membuat nelayan yang menangkap benih mendapat nilai ekonomi. Sedangkan para pembudidaya menerima nilai ekonomi, para pengusaha yang melakukan ekspor mendapat untung, dan negara mendapat pemasukan.
Ardi juga menjelaskan keputusan menetapkan Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 sudah melalui proses panjang dengan melibatkan para ahli di bidang kelautan perikanan dan juga ahli ekonomi.
Selain itu, ujar dia, keterlibatan para ahli merupakan perintah langsung dari Menteri Edhy agar beleid yang ambil benar-benar matang.
Alasan lain KKP mengeluarkan Permen 12 Tahun 2020 adalah keluh-kesah ribuan nelayan penangkap lobster yang kehilangan mata pencarian sejak terbitnya Permen KP 56 Tahun 2016, yang melarang pengambilan benih untuk dibudidaya sehingga mematikan usaha budidaya lobster masyarakat.
"Yang jelas bahwa di Permen 56 nelayan tidak mendapat nilai ekonomi, pembudidaya tidak mendapat nilai ekonomi, negara tidak mendapat pemasukan. Sementara benih tetap diambil oleh penyelundup," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa saat pengambilan benih lobster dilarang, ironinya penyeludupan terus berjalan, yang berakibat tidak hanya nelayan dan pembudidaya yang terpuruk ekonominya, negara juga mengalami kerugian.
Berdasarkan data PPATK, lanjutnya, kerugian negara imbas penyelundupan benih lobster mencapai Rp 900 miliar.
Di samping itu, ujar dia, pelarangan penangkapan benih lobster mengakibatkan persoalan sosial di tengah masyarakat. Sejumlah nelayan penangkap benih ditangkap aparat, yang berujung pada pembakaran kantor polisi di Pandeglang dan Sukabumi.