Sampai saat ini pun, masih ada puluhan orang ABK Indonesia yang terjebak dan bekerja di kapal Cina dan melakukan operasi penangkapan ikan di laut Internasional. “Mereka terjebak pada kondisi kerja yang tidak adil dan tertindas serta minta dipulangkan” kata Abdi.
Sejak awal Juni, Tempo menemukan adanya tumpah tindih surat izin penempatan ABK. Saat ini, ABK memperoleh surat lewat dua jalur, Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) di Kementerian Ketenagakerjaan dan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) di Kementerian Perhubungan.
Di lapangan, Kemenaker pun menemukan ada perusahaan yang melanggar karena hanya menggunakan izin perdagangan dari dinas perdagangan daerah setempat. "Untuk saat ini bisa jadi ada kekosongan hukum," kata Plt Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kemenaker, Aris Wahyudi kepada Tempo di Jakarta, Selasa, 10 Juni 2020.
Kondisi ini yang menjadi salah satu pangkal masalah penyiksaan ABK. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi telah menyadari hal ini dan membentuk tim nasional. Salah satu yang akan diselesaikan tim yaitu mengenai surat izin penempatan ABK di kapal ikan asing.
"Dulunya kusut, sekarang semua sudah berkoordinasi," kata Deputi Bidang Koordinasi Bidang Kedaulatan Kemaritiman dan Energi, Purbaya Yudhi Sadewa saat dihubungi di Jakarta, Ahad, 19 Juli 2020.