TEMPO.CO, Indramayu - Nelayan pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih ketat mengawasi penggunaan jaring atau alat penangkap ikan tidak ramah lingkungan seperti trawl, cantrang, dan lainnya, karena bisa merusak lingkungan.
"Kami menolak tegas adanya kebijakan terkait penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan," kata koordinator nelayan pantura Indramayu Junedi di Indramayu, Sabtu, 18 Juli 2020.
Dia mengatakan rencana KKP kembali melegalkan cantrang tentu sangat meresahkan para nelayan, khususnya yang berada di Kabupaten Indramayu.
Selain cantrang, nelayan meminta kepada KKP agar lebih ketat lagi dalam pengawasan penggunaan alat tangkap, terutama yang tidak ramah lingkungan seperti jaring trawl, karena sangat merugikan nelayan tradisional.
Junaedi mengatakan di laut wilayah Arafura saat ini kembali ditemukan nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti trawl, pukat harimau, cantrang, dan lainnya, sehingga bisa menyebabkan jaring nelayan rusak.
"Kita terus merugi dengan kembali banyaknya jaring trawl yang digunakan, karena merusak biota laut dan juga jaring nelayan," ujarnya.
Sementara nelayan lain Ahmad Fauzan mengatakan dengan kembalinya KKP memperbolehkan penggunaan cantrang, maka tentu akan sangat merusak lingkungan, karena jaring tersebut merusak pelung dan juga menangkap ikan kecil.
"Ketika cantrang kembali diperbolehkan, kami sangat menolak sebab bisa merusak lingkungan," kata Ahmad Fauzan.
Sementara pemilik kapal Sirojudin mengatakan sangat dirugikan dengan adanya jaring trawl, cantrang, dan pukat harimau, karena sering merusak jaring nelayan tradisional. Padahal harga jaring tidak murah.
"Kita rugi bisa mencapai Rp 2 miliar ketika jaring rusak terbawa trawl," tuturnya.
Sejak awal Juni 2020, cantrang masuk dalam delapan jenis alat baru yang ditetapkan oleh KKP untuk menggenjot produktivitas penangkapan ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berkomitmen untuk mengatur penggunaan alat tangkap cantrang di nelayan. Meski telah diizinkan kembali, Edhy memastikan penggunaannya tidak akan sembarangan. "Kami sependapat tidak bisa diterapkan di semua tempat," kata Edhy dalam rapat kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Komisi IV DPR di Jakarta, Selasa, 23 Juni 2020.
ANTARA