TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri menanggapi resesi yang dihadapi Singapura. Negeri Singapura mengalami resesi teknis, dengan penurunan PDB sebesar 41,2 persen dibandingkan kuartal pertama 2020. Sedangkan secara tahunan, PDB kuartal kedua terkontraksi 12,6 persen.
Faisal Basri yakin Indonesia bisa lolos dari jurang resesi karena peran konstruksi dalam PDB Indonesia lebih kecil daripada Singapura. "Insya Allah tidak. Peranan sektor konstruksi dalam PDB Indonesia jauh lebih kecil ketimbang Singapura, hanya 10,75 persen," ujarnya seperti dikutip dari blognya www.faisalbasri.com yang diunggah, Jumat, 17 Juli 2020.
Seperti diketahui, Singapura memasuki fase resesi karena dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi alias pertumbuhan produk domestik bruro (PDB) negatif. Kabar dari Negeri Singa tersebut sontak menimbulkan kekhawatiran di Tanah Air. Apalagi Singapura adalah mitra dagang dan investor utama untuk Indonesia.
Kekhawatiran publik akan resesi juga muncul ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi mewanti-wanti pemimpin daerah bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 akan mengalami kontraksi cukup dalam hingga -4,3 persen. Penyebabnya tidak lain adalah virus Corona baru yang pertama kali muncul di Wuhan, Cina tidak hanya menggerogoti kesehatan masyarakat di Tanah Air, tetapi juga ekonomi.
Lebih jauh Faisal menjelaskan, salah satu pemicu kemerosotan ekonomi Singapura dipicu oleh sektor konstruksi. Peranan ekspor barang dan jasa dalam PDB di Singapura juga sangat tinggi, bahkan jauh lebih besar dari PDB, yaitu 174 persen.
Angka ekspor lebih besar dari PDB - padahal ekspor bagian dari PDB - ini disebabkan oleh status Singapura sebagai negara transhipment dan menjadi hub dari negara-negara tetangganya termasuk Indonesia. Ketika ekspor turun, impor berpengaruh.