TEMPO.CO, Jakarta – Aktivis lingkungan, Chalid Muhammad, mundur dari posisinya sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Konservasi dan Keberlanjutan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam surat permohonannya, ia menyampaikan pelbagai pesan untuk Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Salah satunya, Chalid menyarankan Edhy mengevaluasi kebijakan ekspor benih lobster atau benur. “Kami ingin menyarankan kepada Pak Menteri untuk melakukan evaluasi apakah saat ini telah tepat melakukan ekspor benih lobster,” tutur Chalid pada Jumat, 17 Juli 2020.
Chalid mengatakan pelaku usaha hingga kini belum tampak menyiapkan sarana dan prasarana yang dipersyaratkan untuk program budidaya secara sungguh-sungguh. Padahal, syarat budidaya itu merupakan salah satu kewajiban pengekspor telah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020.
Meski demikian, Chalid mengapresiasi komitmen dan kebijakan Kementerian yang tengah mengejar pembudidayaan sumber daya kelautan dan perikanan. Apalagi, Indonesia telah tertinggal dengan negara lain selama puluhan tahun.
Terkait keputusan mundurnya dari tim khusus Edhy, Chalid telah menyampaikan beberapa alasannya. Dia memandang perlu ada pemisahan kelembagaan antara Komisi Pemangku Kepentingan dan Tim Konsultasi Publik.
“Konsultasi Publik sebaiknya dijalankan oleh mereka yang memiliki keahlian The Art of Facilitation dan berpegang pada prinsip content neutral,” katanya.
Sedangkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan langsung atas kebijakan yang akan dikonsultasikan, misalnya wakil organisasi nelayan dan wakil dunia usaha, kata dia, semestinya bukan menjadi bagian dari kelembagaan yang menyelenggarakan konsultasi publik.
Kemudian, tutur dia, wakil dari organisasi nelayan, pelaku usaha, dan pihak lain yang memiliki kepedulian pada isu KKP sebaiknya diajaik untuk bergabung pada Komisi Pemangku Kepentingan. Mereka nantinya akan menjadi mitra kerja KKP.
Adapun pemilihan Komisi Pemangku Kepentingan, ucap Chalid, dapat dilakukan melalui Kongres Kelautan dan Perikanan. Dengan begitu, partisipan yang terlibat menjadi lebih luas dan lembaganya pun menjadi lebih independen.
Pertimbangan selanjutnya, Chalid saat ini masih aktif sebagai Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). “Organisasi kami memiliki kepentingan langsung atas setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh KKP,” katanya. Karena itu, KNTI bisa saja memberikan dukungan atas kebijakan KKP. Namun pada saat kebijakan itu perlu dikritik dan merugikan nelayan, KNTI akan menentang.
Meski mundur, Chalid memastikan akan terus berkontribusi memajukan kehidupan nelayan dan sektor maritim. Ia juga memandang sebetulnya pembentukan tim Konsultasi Publik adalah proses yang baik dalam perumusan kebijakan. “Tradisi baru di KKP ini patut mendapat apresiasi semua pihak. Kami harap KKP terus mempertahankan proses yang yang baik ini,” ucapnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA