Sejalan dengan lompatan jumlah kapal cantrang, proporsi daerah penangkapan bagi setiap unit kapal cantrang dan dogol di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 712, termasuk Laut Jawa, kurang dari 5 km persegi setelah 1990-an. Rasio rerata luasan daerah penangkapan menurun dari 600 km persegi menjadi 45 km persegi per kapal per tahun.
Pada saat yang sama, terjadi penurunan signifikan catch per unit effort (CPUE) dalam 14 tahun di WPP 712, yakni dari 156 kg per setting dengan dominasi tangkapan ikan petek, kuniran, kurisi, dan gulamah, pada 2002, menjadi 60 kg per setting dengan dominasi tangkapan ikan petek, kurisi, kembung, dan tembang pada 2015.
“Hasil tangkapan cantrang didominasi ikan berukuran kecil. Ini menunjukkan indeks keragaman tidak sehat,” kata Zulficar.
Sikap Zulficar ini berbeda dengan Menteri Kelautan dan Perikanan yang kini dijabat oleh Edhy Prabowo. Dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Selasa, 23 Juni 2020, Edhy meragukan argumen yang menyebut alat tangkap ikan cantrang disebut merusak karang di laut.
Sebab, kata Edhy, secara kasat mata bisa dilihat bahwa cantrang yang terbuat dari tali tidak dapat merusak karang yang begitu kokoh. "Bagaimana mungkin bisa ketarik karang itu, kan tidak masuk akal kalau dia merusak," kata dia.
Edhy mengakui masih terus ada perdebatan tentang cantrang selama ini yang dituduh tidak ramah lingkungan. Ia menilai hal itu tidak perlu terus dipersoalkan karena hanya merupakan perbedaan soal cara pandang.
Sebab, Edhy sepakat kalau penggunaan cantrang tidak boleh diadu dengan nelayan tradisional. Sehingga, zonasi dan ukuran cantrang pun tetap diatur. "Gak boleh terlalu kecil ukuran jaringnya, agar ikan kecil masih bisa hidup," ucapnya.