Wakil KPK Alexander Marwata menyebutkan hingga kini tanah dan bangunan menjadi simbol prestis bagi masyarakat juga pejabat. Ia menyatakan banyak pejabat di negara ini menumpuk kekayaannya dengan cara membeli tanah bangunan.
Oleh karena itu, menurut Alexander, cara paling mudah untuk mencurigai seseorang melakukan korupsi itu dari gaya hidupnya. “Mobilnya apa, rumahnya dimana, bandingan dengan penghasilan yang bersangkutan."
Sering kali banyak atasan yang tidak mendeteksi bawahannya melakukan apa, misalnya di kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan III B yang terlanjut menumpuk kekayaan senilai Rp 100 miliar. Juga Fuad Amin, Bupati Bangkalan dua periode yang kekayaannya disita KPK hampir Rp 500 miliar. “Sebagian besar bentuknya tanah dan bangunan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala BPN Sofyan A Djalil menyatakan aset negara yang diserahkan KPK ini akan dimanfaatkan sebagai fasilitas umum dan fasilitas sosial serta Kantor Pertanahan. "Kami akan menjadikan aset tanah sitaan di Jakarta seluas 3.500 meter persegi sebagai Taman KPK yang dikelola Kementerian ATR/BPN. Karena Jakarta sangat kekurangan ruang terbuka hijau (RTH)," ucapnya.
Adapun satu bidang tanah lainnya di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, kata Sofyan, akan dikembangkan sebagai kantor pertanahan. Hal ini sangat mendukung program Pendaftaran Tanah Secara Lengkap (PTSL) di seluruh Indonesia yang ditargetkan tuntas pada 2025 mendatang.
MUHAMMAD BAQIR | RR ARIYANI